02 Maret, 2009

PERUBAHAN KONSTITUSI DAN PROSPEKNYA:

TENTANG DASAR HUKUM KEUANGAN NEGARA INDONESIA

 

Oleh: GUNAWAN,S.H.

Pengantar

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa Belandanya Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang-undang, dan grond berarti tanah atau dasar.


Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan atau Undang-Undang Dasar suatu negara. Dengan kata lain, segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpangi konstitusi, berarti tindakan (kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional.


Sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini telah mengalami perubahan yang sangat penting dan mendasar. Perubahan tersebut merupakan hasil amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999 hingga 2002. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis dengan checks and balances yang setara dan seimbang di antara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia.


Dalam perspektif sejarah, UUD 1945 sebenarnya memang dimaksudkan untuk bersifat sementara. Hal ini telah ditegaskan secara implisit di dalam Aturan Tambahan UUD 1945, yang menyatakan sebagai berikut: (1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam UUD ini; (2) Dalam enam bulan sesudah MPR dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD. Walaupun ketentuan tersebut kemudian tidak terlaksana, namun penegasan bahwa MPR, yang seharusnya telah dibentuk selambat-lambatnya enam bulan sesudah berakhirnya Perang Asia Timur Raya harus bersidang untuk menetapkan UUD dalam enam bulan sesudah ia dibentuk, menegaskan secara implisit bahwa UUD 1945 adalah bersifat sementara.

 

Dalam perspektif hukum teori hukum tata negara, tata cara perubahan UUD 1945 dapat dilakukan melalui pola Belanda, yakni dengan mengubah langsung pasal yang bersangkutan, dan pola Amerika Serikat (AS), yakni dalam bentuk amandemen yang dilampirkan pada Konstitusi AS. Perubahan-perubahan dimaksudkan agar UUD merupakan UUD yang hidup (a living constitution). Di Indonesia, wacana reformasi sistem ketatanegaraan, perubahan terhadap UUD 1945 berangkat dari tuntutan akan pentingnya pemerintahan konstitusional yang demokratis. Dalam hal ini, pemberlakuan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referandum merupakan “pemberlakuan kembali” Pasal 37 UUD 1945. Berdasarkan landasan itulah perubahan UUD 1945 dilakukan.

 

Di dalam perubahan ketiga ini antara lain diatur tentang hal-hal yang bersifat mendasar, seperti adanya penegasan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, juga penarikan ketentuan mengenai Indonesia sebagai negara hukum dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam Batang Tubuh UUD 1945. Disamping itu ditetapkan pula tentang kewenangan-kewenangan MPR, mekanisme putaran pertama sistem pemilihan Presiden secara langsung, mekanisme impeachment Presiden, tentang Dewan Perwakilan Daerah, tentang Pemilihan Umum, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

 

 

Sejarah Hukum Keuangan Negara Berdasarkan UUD 1945

Pengaturan keuangan negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 ( UUD1945 ) yang sangat singkat dan diatur dalam satu pasal, yaitu pasal 23 bab VIII tentang “ Hak Keuangan”: menjadi titik awal ( starting point ) pengaturan hukum keuangan negara di Indonesia. Rumusnya yang sangat singkat tersebut dapat dipahami karena suasana kebatinan negara pada saat ini yang menginginkan segera terbentuknya Negara Republik Indonesia.

 

Akan tetapi, meskipun rumusnya sangat singkat dan suasana pembentukannya yang mendesak, tidak berarti pasal tersebut tidak mengandung makna secara filosifis, yuridis, maupun historis,. Apalagi para penyusun undang-undang Dasar pada waktu itu, khususnya mengenai keuangan, benar-benar berdasarkan hati nurani demi kepentingan penyelenggaraan negara dan bangsa, tanpa mementingkan politik tertentu.

Dalam pasal 23 UUD 1945 ( pra-perubahan ), konsep keuangan negara memberikan pemahaman filosofis yang tinggi terhadap kedudukan keuangan negara yang ditentukan APBN sebagai bentuk penjelmaan kedaulatan. Dengan kata lain, hakikat public revenue  dan expenditure keuangan negara dalam APBN adalah kedaulatan.

Didalam pasal 23 ayat (1 ) UUD 1945 ditetapkan sebagai berikut.

Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila dewan perwakilan rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.”

 

Pasal 23 ayat ( 1 ) UUD 1945 tersebut memiliki hak begtooting DPR, dimana dinyatakan dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Dengan demikian, secara filosofis-yuridis, ini tanda kedaulatan rakyat.

 

Dengan demikian, menurut konsepsi hukum keuangan negara, hakikat APBN adalah kedaulatan yang diberikan kepada DPR. Bukti adalah pemegang kedaulatan adalah rakyat melalui DPR adalah pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Berdasarkan konsepsi hukum, karena DPR memegang kedaulatan dibidang budget ( hak begrooting ), persetujuan dari DPR terhadap APBN yang diusulkan oleh pemerintah ini merupakan kuasa ( machtiging ).

 

Dengan menyatakan APBN merupakan machtiging berarti tentu harus ada tanggung jawab yang selayaknya diberikan kepada yang memberikan machtiging. Dalam UUD 1945 machtiging diberikan DPR kepada pemerintah untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu, pemerintah dalam pelaksanaan APBN harus mempertanggung jawabkan kepada DPR.

 

Dalam hal peretanggung jawaban keuanggan Negara ini, dapat dilihat dari dua pandangan, yaitu:

a.       pertanggung jawaban keuangan Negara horizontal, yaitu pertanggung jawaban pelaksanaan APBN yang diberikan pemerintah kepada DPR. Hal ini disebabkan sistem ketatanegaraan yang berdasarkan UUD 1945 telah menentukan kedudukan pemerintah dan DPR sederajat. Hal ini dilakukan dalam bentuk persetujuan terhadap RUU perhitungan anggaran Negara.

b.      pertanggungjawaban keuangan negara vertikal, yaitu pertanggung jawaban keuangan yang dilakukan oleh setiap otorisator atau ordonator dari setiap Departemen atau Lembaga Negara non-departemen yang menguasai bagian anggaran, termasuk didalamnya pertanggung jawaban bendaharawan kepada atasannya dan pertanggungjawaban para pemimpin proyek. Pertanggung jawaban keuangan ini pada akhirnya disampekan kepada Presiden yang diwakili Mentri Keuangan selaku pejabat tertinggi pemegang tunggal keuangan Negara.

 

Berdasarkan konsepsi hukum keuangan Negara, pertanggung jawaban keuangan negara merupakan konsekuensi logis dari kesediaan pemerintah melaksanakan APBN yang telah disetujui oleh DPR. Dalam tata pengelolaan keuangan negara atau APBN yang berlaku sampe dengan 2004 adalah pertanggungjawaban keuangan negara dituangkan dalam perhitungan Anggaran Negara atau Slot der rekening. APBN sebagai machtiging dari DPR kepada pemerintah memberikan dasar yang kuat yang berhak menerima pertanggungjawaban keuangan negara adalah DPR. Secara teoritis, hal ini tidak bertentangan dengan sistem UUD1945 ( Pra-perubahan ) dimana kedaulatan sepenuhnya terletak pada MPR.

 

Perbandingan Landasan Hukum Keuangan Negara Pasca Perubahan UUD 1945

 

Pra Perubahan Ke- 3

Pasca Perubahan Ke-3

 

Pasal 23 ayat (1): 

Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

 

 

Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3);

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran pendapatan dan belanja tahun lalu

 

 

Pasal 23 ayat (2);

Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

 

Pasal 23A;                             

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang

Pasal 23 ayat (3);      

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23B;

Macam dan harga uang ditetapkan dengan undang-undang

Pasal 23 ayat (4);

Hal Keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

Pasal 23D;

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang

            (Tidak diatur)

 

Pasal 23D;

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, dan tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang

Pasal 23 ayat (5);

Untuk memeriksa TANGGUNG JAWAB tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan Negara yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR.

 

Bab VIIIA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Pasal 23E;

(1) Untuk memeriksa PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB tentang keuangan negara diadakan satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri.

Pasal 23E ayat (2)

Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya

Pasal 23E ayat (3)

Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23F UUD 1945 Perubahan Ketiga

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan Presiden.

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota

Pasal 23G UUD 1945 Perubahan Ketiga

(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan diatur dengan undang-undang.

 

Pengertian Keuangan Negara

1.      Pengertian Keuangan Negara dalam Prespektif Undang-undang Keuangan Negara Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Sebagai amanat Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945, keuangan negara harus diatur dalam ndang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara. Amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara.

Pengertian keuangan negara dalam perspektif  Undang-undang No 17 tahun 2003 dituangkan dalam Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 angka (1) yaitu:

”Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”

Dengan demikian pengertian keuangan negara diatas meliputi hal-hal sebagai berikut:

1.      hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

  1. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
  2. Penerimaan negara;
  3. Pengeluaran negara;
  4. Penerimaan daerah;
  5. Pengeluaran daerah;
  6. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan negara;
  7. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaran tugas pemerintahan dan atau kepentingan umum;
  8. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 ini adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan.

·         Dari sisi objek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengna pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

·         Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

·         Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

·         Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut daitas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar.

Sesuai dengan amanat pasal 23 C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practises (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain:

  • akuntabilitas berorientasi hasil,
  • profesionalitas,
  • proporsionalitas,
  • keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara,
  • pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahaan daerah sebagaimana telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang keuangan negara,pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.      Pengertian Keuangan Negara dalam Presoektif Undang-undang Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang no 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi , yang berlaku mulai tanggal 16 Agustus 1999 dan telah direvisi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menggantikan undang-undang no 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun tujuan yang diemban dalam pengundangan UU TP Korupsi ini adalah harapan  untuk dapat memenuhi dan mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan hukum bagi masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara, perekonomian negara dan masyarakat pada umumnya.

Disamping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

Istilah keuangan negara dalam undang-undang ini tercantum dalam pasal 2  yang berbunyi:

(ayat 1) ” Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit RP.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ”

dan pasal 3 yang berbunyi:

” Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit RP.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ” 

Dalam ayat di atas dapat dicermati lebih lanjut yaitu bahwa terdapat 3 pengertian yaitu kegiatan tindak pidana korupsi, pengertian keuangan negara dan perekonomian negara. Lebih lanjut pengertian keuangan negara disebutkan dalam bagian penjelasan umum undang-undang tindak pidana korupsi yaitu bahwa:

”keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

a.  berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun di daerah;

b.  berada dalam penguasan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjan dengan negara.

Pada bagian yang sama yaitu penjelasan umum undang-undang no 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang beralku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

Pengertian terakhir adalah tindak pidana korupsi dimana disampaikan bahwa tindak pidana korupsi adalah:

  • setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
  • Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa undang-undang ini bermaksud mengantisipasi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang dirasa semakin canggih dan rumit. Oleh karenanya tindak pidana korupsi yang diatur dirumuskan seluas-luasnya sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum.

Dalam rumusan di atas pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Sedangkan yang dimaksud dengan merugikan adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksud dengan unsur merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.

3.      Pengertian Keuangan Negara dalam Prespektif Arifin P.  Soeria Atmaja. 

Perkembangan hukum Indonesia ditandai oleh semakin meningkatnya perkara pidana khususnya pidana korupsi, yang diajukan ke pengadilan atas dasar adanya kerugian negara. Adanya perkembangan dalam penanganan dalam penanganan perkara pidana korupsi tidak terlepas pengetahuan pihak penuntut umum yang mendorong terciptnya suatu simpulan perbuatan seseorang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dalam lapangan hukum apapun, baik publik maupun privat pasti mengandung dugaan adanya kerugian negara.

Definisi keuangan negara dapat dipahami atas tiga interpretasi atau penafsiran terhadap pasal 23 UUD 45 yang merupakan landasan konstitusional keuangan negara yaitu, penafsiran pertama adalah :

Pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, dan untuk itu dapat disebutkan sebagai keuangan negara dalam arti sempit, yang hanya meliputi keuangan negara yang bersumber pada APBN sebagai sub sistem keuangan negara dalam arti sempit.

Jika didasarkan pada rumusan tersebut, keuangan negara adalah semua aspek yang tercakup dalam APBN yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR setiap tahunnya. Dengan kata lain, APBN merupakan deskripsi dari keuangan negara dalam arti sempit, sehingga pengawasan terhadap APBN juga merupkan pengawasan terhadap keuangan negara.

Sementara itu, penafsiran kedua adalah berkaitan dengan metode dan sistematik dan historis yang menyatakan:

Keuangan negara dalam arti luas yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara.

Makna tersebut mengandung pemahaman keuangan negara dalam arti luas, adalah segala sesuatu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik. Pemahaman tersebut kemudian lebih diarahkan pada dua hal yaitu hak dan kewajiban negara yang timbul dan makna keuangan negara. Adapun yang dimaksud dengan hak tersebut adalah hak menciptakan uang; hak melakukan pungutan; hak  meminjam, dan hak memaksa. Adapun kewajiban adalah kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat, dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga berdasarkan hubungan hukum atau hubungan hukum khusus.

Penafsiran ketiga dilakukan melalui”pendekatan sistematik dan teleologis atas sosiologis terhadap keuangan negara yang dapat memberikan penafsiran yang relatif lebih akurat sesuai dengan tujuannya”. Maksudnya adalah,

”Apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sistem pengurusan, dan pertanggungjawabannya, maka pengertian keuangan negara tersebut adalah sempit...... Selanjutnya pengertian keuangan negara apabila pendekatannya dilakukan dengan menggunakan cara penafsiran sistematik dan teleologis untuk mengetahui sistem pengawasan atau pemeriksaan pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara  itu adalah dalam pengertian keuangan negara dalam arti luas, yakni termaksud di dalamnya keuangan yang berada dalam APBN , APBD , BUMN/D dan pada hakikatnya seluruh kekayaan negara merupakan obyek pemeriksaan dan pengawasan.

Penafsiran ketiga inilah yang tampak paling esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Bagaimanapun, penafsiran demikan akan sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini yang menuntut adanya kecepatan tindakan dan kebijakan, khususnya pemerintah, baik yang berdasarkan atas hukum (rechtshandaling) maupun yang berdasarkan atas fakta (feitelijke handeling).

Fungsi Pemeriksaan Keuangan Negara

 

Keberadaan BPK, dari sisi lain sebenarnya untuk meningkatkan kesadaran hukum pihak-pihak yang ada hubungannya dengan keuangan negara, sehingga menghormati asas rule of law. Artinya, keberadaan BPK bukan hanya tugas law enforcement, tetapi lebih dari itu yakni supaya kinerja aparatur yang mengelola dan bertanggungjawab atas keuangan negara benar-benar terwujud dengan baik.

Sesuai ketentuan, hasil pemeriksaan BPK, diserahkan kepada pihak legislatif. Kemudian, pihak legislatif segera menyimak hasil pemeriksaan BPK atas catatan atau rekomendasi yang diberikan BPK dalam hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab APBN dan/atau APBD.

Keingintahuan publik atas sesuatu yang terjadi atau public awareness dari hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggungjawab dari realisasi APBN dan/atau APBD dalam sebuah negara hukum seperti di Indonesia, bukanlah sesuatu yang luar biasa.

UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Tolak ukur atas kerja profesional adalah kalau hasil pemeriksaan BPK memang tepat dan benar. Eksistensi BPK diharapkan dapat mengurangi penyimpangan pengelolaan keuangan negara dari APBN dan/atau APBD, sehingga BPK dalam tugasnya juga melindungi (to protec) keuangan negara dan dari sisi lain BPK juga melayani (to serve) masyarakat yakni dengan sajian hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada pihak legislatif.

Kemunduran Tugas dan Fungsi BPK Pasca Amandemen ke-3 UUD 1945

Pasal 117 ayat (1) IS:

“Er is eene Algemeene Rekenkamer, belast met het toezicht over het beheer der landsgeldmiddelen en over de verantwoording der rekenplictigen “

 

(Dibentuk sebuah Algemeene Rekenkamer yang diberikan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara (pre-audit) dan terhadap pertanggungjawaban (post-audit) perhitungan).

 

Bahwa materi muatan yang mengatur Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam perubahan UUD 1945, tidak lagi memilih tugas lembaga pengawas eksternal dan lemabaga pengawas internal pemerintah sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

 

Bahwa pasal 23E ayat (1) UUD 1945 Amandemen ke-3 UUD 1945, jelas merupakan terjemahan pasal 117 ayat (1) UUD Hindia Belanda. Penetapan tersebut memperlihatkan kemunduran tugas dan fungsi BPK kembali ke 151 tahun yang lalu.

 

Bahwa UUD 1945 meligitimasi perubahan fungsi pemeriksaan BPK yang tidak hanya ditunjukan pada tanggung jawab keuangan negara, tetapi juga pengelolaan keuangan negara. Perubahan demikian jelas menciptakan disorientasi fungsi BPK yang melebar kesegala arah dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara. Dari segi hukum keuangan publik, disorietasi fungsi pemeriksaan keuangan negara yang terlalu luas akan melemahkan rentang kendali ( span of control ), inmodernisasi, penyalagunaan kewenangan, dan ketidak mampuan dalam mencegah penyimpangan keuangan negara secara efektif. Dis0erientasi pemeriksaan keuangan negara yang dilegitimasi UUD 1945 hanya akan mendorong ketidakberdayagunaan BPK dalam menjangkau segi strategis tanggung jawabkeuangan negara karena berkutat menjlajah segi teknis penglola keuangan negara.

 

Dengan demikian, tepat penyusun naskah asli pasal 23 UUD 1945 yang menempatkan BPK sebagai lembaga yang memriksa tanggung jawab keuangan negara agar orientasi BPK tidak lepas dan pemeriksaan yang bersifat makri-strategis. Penyusun naskah asli UUD 1945 mempunyai [pemahaman yang lebih strategis dan sangat memahami prinsip dasar efektivitas kinerja organisasi. Dengan fungsinya sebagai pemriksa tanggung jawab keuangan negara, BPK menempatkan secara sejajar kedudukannya sebagai lembaga negara. Sebagai lembaga negara yang memriksa tanggung jawab keuangan negara. BPK merupakan lembaga yang langsung mengawasi dan memrisa kebijakan keuangan negara ( fiscal policy audit ) yang dilakukan pemerintah. Fungsinya yang sangat strategis dan terhormat tersebut menempatkan BPK sebagai lembaga negara yang sejajar dengan lembaga lainnya, termasuk pemerintah,untuk menjaga obyektifitasnya.

 

Oleh sebab itu, secara yuridis pemberian fungsi pemeriksaan BPK untuk memriksa pengelolaan keuangan negara melalui pasal 23E ayat (1) UUD 1945 justru melemahkan kedudukannya sebagai lembaga negara. Apabila mendasarkan pada konsep hukum administrasi negar, BPK telah berubah dari bentuk organisasi negara menjadi organisasi administrasi negara. Dengan demikian, kedudukannya melemah sebagai bagian unsur pemerintahan dan bukan sebagai lembaga yang mandiri. Salah satu bukti perubahan bentuk tersebut adalah dimungkinkannya BPK disetiap Provinsi.

 

Dari segi hukum administrasi negara, lembaga negara, guna menjaga citra kewibawaan dan pengaruhnya, tidak mungkin membuka perwakilan diluar ibu kota negara. Hal ini dilakukan agar lembaga negara tetap berfungsi hanya pada inti pokok tugasnya sebagai bagian dari lingkup  masalahnya ( karnzaken en problemn ) dan menjaga kualitas kinerja dibandingkan hanya mengejar kuantitas. Berdasarkan hukum keuangan publik, pengutamaan kuantitas dalam pemeriksaanmenyebabkan temuan atas penyimpangan keuangan negara dilakukan dalam kebetulan ( by-chance ) dan tidak secara sistematis ( by-syistem )

 

Oleh sebab itu, kebetahanan BPK pada perubahan fungsinya sebagai pemeriksa tanggung jawab sekaligus pengolahan keuangan negara dan kedudukannya yang “ menurun “ sebagai organisasi administrasi negara mengingatkan kembali pada keberadaan Algemene Rekenkamer ( ARK, lembaga pemeriksa jaman kolonial belanda,   yang merupakan lembaga dibawah kroon ( pemerintahan kerajaan belanda). Dengan kedudukannya tersebut, ARK memerisa pengelolaan keuangan pemerintah dan mempunyai perwakilan disetiap daerah. Oleh sebab itu, secara yuridis-histiris, fungsi dan kedudukan BPK berdasarkan pasal 23E ayat (1) UUD 1945 memutar kembali fungsi dan kedudukannya seperti 350 Thun yang lalu.

 

Daftar Pustaka:

1.      KHN; Implikasi Amandemen Konstitusi Terhadap Perencanaan Pembangunan  Hukum; Jumat, 01 Juli 2005.  http://www. Komisihukum.go.id

2.                    ,Undang Undang Dasar 1945

3.                    ,Amandemen ke-3  Undang Undang Dasar 1945

4.                    ,Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

5.                     ,Undang-undang nomor  31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang nomor  20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-undang  nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi

6.      Soepomo, SH, LLM ; Pemahaman Keuangan Negara2; Rabu, 22 Agustus 2007; http://www.djkn.depkeu.go.id

7.                    ,Badan Pemeriksaan Keuangan  Memprihatinkan; Rabu,03 Februari 2009; http://www.analisadaily.com;

8.      Atmadja, Arifin. P. Soeria, Prof.; Hukum Keuangan Negara Pasca 60 tahun Indonesia Merdeka: Masalah dan Prospeknya bagi Indonesia Inc. Kamis 04 Februari 2009; http://www.pemantauperadilan.com/index.php?option=com_content&task=view&id=42&Itemid=12

9.      Atmadja, Arifin. P. Soeria.Prof; Mekanisme pertanggung jawaban keuangan negara:

Tinjuan yuridis. Jakarta : gramedia 1986

10.  _______. Keuangan publik dalam prespektif Hukum. Depok: badan penerbit FHUI, 2005

 

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus